JAKARTA - Pergerakan bursa saham Asia-Pasifik menutup tahun 2025 dengan nuansa kehati-hatian.
Pada hari perdagangan terakhir yang dipersingkat menjelang libur Tahun Baru 2026, mayoritas indeks utama di kawasan ini bergerak melemah seiring minimnya aktivitas transaksi dan sikap wait and see investor global.
Sentimen pasar dipengaruhi oleh kombinasi faktor libur bursa, koreksi pasar Amerika Serikat, serta kekhawatiran terhadap sektor teknologi. Kondisi ini membuat investor cenderung menahan langkah sambil menanti arah pasar di awal tahun mendatang.
Perdagangan dipersingkat pengaruhi pergerakan indeks
Pada Rabu, 31 Desember 2025, sejumlah bursa di Asia-Pasifik tidak beroperasi penuh. Bursa saham Hong Kong dan Australia tutup lebih awal, sementara bursa Jepang dan Korea Selatan tidak melakukan perdagangan sepanjang hari karena libur Tahun Baru.
Situasi tersebut berdampak pada rendahnya volume transaksi dan pergerakan indeks yang terbatas. Aktivitas pasar lebih banyak diwarnai oleh penyesuaian portofolio akhir tahun dibandingkan aksi beli agresif.
Indeks S&P/ASX 200 Australia tercatat melemah 0,17 persen. Sementara itu, indeks Hang Seng Hong Kong berada di level 25.880, sedikit lebih tinggi dibandingkan penutupan sebelumnya di 25.854,6, namun tetap mencerminkan pergerakan yang cenderung datar.
Tekanan global dari pasar Amerika Serikat
Dari pasar global, sentimen negatif datang dari Wall Street. Kontrak berjangka ekuitas Amerika Serikat terpantau bergerak datar pada awal perdagangan Asia, mencerminkan kehati-hatian investor menjelang pergantian tahun.
Di Amerika Serikat, indeks S&P 500 kembali mencatat penurunan tipis dan membukukan sesi pelemahan ketiga secara beruntun. Indeks tersebut turun 0,14 persen dan ditutup di level 6.896,24.
Nasdaq Composite juga melemah 0,24 persen ke posisi 23.419,08, sedangkan Dow Jones Industrial Average turun 0,20 persen dan berakhir di level 48.367,06. Tekanan terutama datang dari sektor teknologi yang masih mengalami koreksi.
Sektor teknologi jadi beban utama
Penurunan pasar saham AS dipicu oleh kinerja negatif saham-saham teknologi besar. Nvidia kembali mencatatkan sesi penurunan beruntun, diikuti oleh sejumlah perusahaan berbasis kecerdasan buatan lainnya, termasuk Palantir Technologies.
Koreksi di sektor teknologi ini memberikan efek rambatan ke pasar Asia-Pasifik, mengingat kuatnya keterkaitan sentimen global. Investor di kawasan Asia memilih bersikap defensif, terutama menjelang periode libur panjang.
Meski demikian, secara tahunan, indeks global masih menunjukkan performa positif. Hal ini terlihat dari kinerja indeks MSCI All Country World yang tetap mencatatkan kenaikan signifikan sepanjang 2025.
Indeks global catat kinerja impresif
Indeks MSCI All Country World, yang mengukur kinerja lebih dari 2.500 saham berkapitalisasi besar dan menengah dari pasar negara maju dan berkembang, telah naik lebih dari 21 persen sejak awal tahun.
Indeks tersebut bahkan mencapai rekor tertinggi di level 1.024,29 pada 26 Desember 2025, berdasarkan data dari LSEG. Capaian ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi koreksi jangka pendek, tren jangka panjang pasar global masih berada di jalur positif.
Kinerja kuat indeks global ini menjadi kontras dengan pergerakan harian yang cenderung melemah di penghujung tahun, menandakan bahwa koreksi lebih bersifat teknis dan musiman.
Investor pasar modal Indonesia terus bertambah
Di tengah pelemahan bursa Asia-Pasifik, perkembangan positif justru terlihat dari pasar modal Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan melaporkan jumlah investor pasar modal nasional terus meningkat hingga akhir 2025.
Sepanjang tahun ini, tercatat penambahan sebanyak 5,34 juta investor baru. Capaian tersebut mendorong total investor pasar modal Indonesia mencapai sekitar 20,2 juta Single Investor Identification.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyebut pencapaian ini sebagai hasil luar biasa dari upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan.
Dominasi generasi muda semakin kuat
Struktur investor pasar modal Indonesia saat ini masih didominasi oleh generasi muda. Sekitar 79 persen investor berasal dari kelompok usia di bawah 40 tahun, menunjukkan minat tinggi kalangan muda terhadap instrumen investasi.
Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia mencatat jumlah investor pasar modal nasional mencapai 20,32 juta SID per 29 Desember 2025. Angka ini tumbuh 37 persen secara tahunan dibandingkan posisi akhir 2024.
SID tersebut mencakup investor saham, surat utang, reksa dana, surat berharga negara, serta instrumen efek lainnya yang tercatat dan dikelola KSEI.
Kepemilikan saham dan reksa dana meningkat
Jumlah investor yang memiliki saham dan efek lainnya tercatat mencapai 8,59 juta, tumbuh 35 persen dibandingkan akhir tahun sebelumnya. Sementara itu, investor reksa dana melonjak menjadi 19,17 juta, atau naik 37 persen secara tahunan.
Investor pemegang surat berharga negara juga mengalami pertumbuhan. Jumlahnya mencapai 1,41 juta investor, meningkat 18 persen dibandingkan akhir 2024.
Pertumbuhan ini menunjukkan semakin luasnya partisipasi masyarakat dalam pasar keuangan, meski kondisi global tengah berfluktuasi.
Profil demografi investor semakin beragam
Berdasarkan wilayah, Sumatera Selatan tercatat sebagai provinsi dengan pertumbuhan SID tertinggi sebesar 50,71 persen. Dari sisi pertumbuhan aset, Sulawesi Barat mencatat lonjakan terbesar mencapai 132,87 persen.
Dari karakteristik demografi, investor didominasi oleh laki-laki sebesar 66,35 persen, dengan latar belakang pekerjaan pegawai mencapai 66,20 persen. Tingkat pendidikan terbanyak berasal dari lulusan SMA atau sederajat.
Mayoritas investor berada di kelompok usia di bawah 30 tahun dengan porsi lebih dari separuh total investor. Dari sisi penghasilan, kelompok dengan pendapatan Rp10 juta hingga Rp100 juta per bulan menjadi yang paling dominan.
Secara keseluruhan, meski bursa Asia-Pasifik melemah di hari terakhir perdagangan 2025, fondasi pasar global dan domestik tetap menunjukkan kekuatan. Dengan basis investor yang terus tumbuh dan sentimen jangka panjang yang positif, pasar memasuki 2026 dengan ekspektasi pemulihan yang terjaga.